Tampilkan postingan dengan label poem. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label poem. Tampilkan semua postingan

Senin, 21 Desember 2009

hari itu aku jalan keliling taman,
sendirian...
mencari kedamaian yang hilang dariku belakangan ini.
aku menghirup udara di sekelilingku, segar, bau hujan.
yah, hujan memang telah membasahi tempat ini...
semuanya terlihat jadi lebih hijau dan segar.
perasaanku mulai membaik.
aku duduk di bangku taman, mengeluarkan 5320 dan headsetnya.
musik... hal yang selalu menemaniku.
setidaknya mengurangi sedikit kesepianku.
entah mengapa tiba-tiba aku teringat dia.
di tempat ini, kami selalu bertemu...
aku ingin bertemu dengannya.
tapi tidak bisa...
dia punya dunianya sendiri,
dunia yang dipenuhi hiruk pikuk,
bukan dunia dengan kekosongan dan kehampaan seperti yang aku miliki.
yah, kami memang berbeda.
tapi bukannya dengan perbedaan itu kita jadi bisa saling melengkapi?
pikirku...
namun, perbedaan itu membuatku tertekan...
dia begitu menyilaukan untukku.
aku merasa tak pantas di sisinya.
aku... aku buruk...
kian hari kian memburuk...

maafkan aku...
aku menyayangimu tapi aku hanya selalu menyusahkanmu.
aku memang hanya punya sedikit, tapi akan ku berikan semuanya untukmu.
aku akan berusaha menjadi lebih baik...
memahamimu... di sisimu...

hanya butuh waktu...

.......................

aku sendiri, menatap ke langit malam di tepi jendela
selalu... sendiri... sepi...
hari itu, sama saja.
pulang, aku kembali ke tepi jendela.
duduk di temani sebuah iPod, sahabat baikku.
tiba-tiba ada yang mengetuk jendela.
aku terlonjak, kaget.
dia berdiri di bawah dengan senyum lebarnya,
memamerkan sederet gigi putihnya.
"Apa yang kau lakukan di sini?"
"Aku menjemputmu..."
"Menjemputku?"
"Ikutlah bersamaku..."
dia mengulurkan tangannya.
aku memang selalu menanti di pinggir jendela ini,
menanti orang yang akan menyelamatkanku dari kesendirian ini.
bermimpi menjadi seorang rapunzel.
tapi, ketika mimpi itu menjadi nyata,
aku malah ketakutan...
aku ragu menyambutnya...
aku merasa ini semua tidak mungkin...
"Jangan takut."
dia mengucapkannya dengan mantap.
aku melihat ke matanya, tidak ada bias kebohongan di sana.
dia masih mengulurkan tangannya.
aku menyambutnya.
dia menarikku keluar.
silau...
"Dunia..." katanya riang "Dunia yang ingin kau merasakannya."
aku melihat warna, aku mendengar musik, aku merasakan hembusan udara sejuk, aku mencium wangi alam...
dunia ini indah...

Kamis, 19 November 2009

kisahku dan si gadis kecil

Pagi yang dingin tapi indah dengan sapaan lembut matahari dan tetes embun di dedaunan.
Dari balik jendela kulihat seorang gadis kecil duduk di ayunan taman.
Aku berjalan menghampirinya, duduk di sampingnya.
Gadis kecil itu berpaling menatapku, sebuah senyum hangat merekah di bibir mungilnya, kemudian dia kembali menatap langit.

“Pagi yang indah ya, kak?” tanyanya tanpa sekalipun menoleh padaku.
“Ya, pagi yang sangat indah.” Jawabku sambil ikut memandang ke langit.
“Tak ada yang sangka malam tadi hujan turun.”
“Iya.”
“Hidup itu sama dengan cuaca, berubah ubah... dari gelap jadi terang, dari hujan jadi cerah, dari sedih jadi bahagia, dan dari memiliki jadi kehilangan...”

Aku menoleh ke arah gadis kecil itu. Rasanya ada sesuatu yang menikamku.

“Memiliki dan kehilangan, pasangan yang sempurna. Saling melengkapi. Karena kalau hanya ada salah satunya, konsep itu jadi tidak bermakna, hampa...”
“Benar juga. Kita tidak akan kehilangan apa yang tidak kita miliki.” Kataku menyetujui.
“Uhhuh.” Katanya diiringi sebuah anggukan. “Karena tidak ada yang abadi. Tapi bukankah itu lebih baik?” tanyanya sambil menatapku. Pandangan matanya tajam, seolah bisa membaca pikiranku. Aku terdiam. “Kalau tidak pernah kehilangan, kita tidak akan merasakan bagaimana rasanya memiliki sesuatu.” Lanjutnya.
“Kita tidak akan pernah merindukan air kalau tidak pernah kehausan.” Timpalku.
“Sama seperti hujan. Hujan memang mengesalkan, tapi tanpa hujan bumi jadi tandus.”
“Kalau langit selalu cerah, akan ada kekeringan di mana-mana.” Tambahku.
“Ibaratkanlah hujan adalah derita, matahari adalah kebahagian, dan bumi adalah manusia...”
“Tidak akan ada kebahagiaan kalau tidak pernah menderita.” Jawabku
“Benar, semuanya harus dirasakan untuk menghadirkan keseimbangan.” Katanya menyetujui. “Maka terimalah derita itu dengan kesabaran. Terima juga kehilangan itu dengan keikhlasan...” lanjutnya riang diiringi sebuah senyum hangat untukku seakan tahu apa yang terjadi padaku, apa yang menimpaku, yang mengubah hidupku.

Aku hanya bisa menatapnya takjub. Terkesima dengan pernyataannya. Gadis kecil ini begitu bijak diusianya yang semuda itu... ah, malunya aku berhadapan dengannya.

Tiba-tiba tangan mungilnya meraih tanganku, menggenggamnya.

“Ada lah buat mereka yang sudah tiada...” katanya kemudian kembali memandang langit.

Perasaan hangat mengaliriku... aku juga kembali ikut menatap langit.

“Hari yang cerah, ya!” kataku...