Sabtu, 01 November 2014

I will come back, someday. Home.


Makassar.
Kota Istimewa, the sunshine heaven on the earth.
Katanya.

Katanya manusia-manusia penghuninya.
Manusia-manusia yang pernah menyapanya.
Manusia-manusia yang sempat singgah sejenak.
Manusia-manusia yang memilihnya sebagai rumah selamanya.

Saya, pun, menjadikan Makassar rumah favorit saya.
Rumah yang saya tinggali selama lebih dari dua puluh tahun.
Pun, kota yang benar-benar saya benci karena ada beberapa peristiwa patah hati dan menyedihkan yang menjadikan saya setengah hidup.

Separuh nyawa saya tertinggal di kota itu, separuhnya tersisa di tubuh saya.

Separuh nyawa yang tersisa di tubuh saya memustuskan untuk menjadi pekerja.
Berhenti merasa.
Dan berkelit dari kehangatan bercengkrama dengan sesama manusia.

Mungkin saya sudah lelah, kata manusia jaman sekarang.
Saya akhirnya membuat rencana, memohon kepada Yang Kuasa agar membawa saya pergi.
Pergi meninggalkan Makassar untuk menata hati dan meregenerasi jiwa saya.
Entah itu dengan bersekolah atau mengembangkan karir profesional di sudut bumi lain.

Jikalau saya melangkah keluar, barangkali saya mampu menghidupkan separuh lagi nyawa saya.
Saya berusaha sekian keras untuk mewujudkan itu.
Nyatanya, saya merasa lebih sakit.
Penolakan demi penolakan, juga beberapa urusan terus membayang di belakang saya
karena penyelesaiannya terus saya tunda.
Saya pun semakin tak hidup.
Saya kehilangan kemampuan berbicara, kemampuan menyusun kata per kata menjadi kalimat penyampai rasa atau gagasan.

Perjuangan saya memasuki satu universitas ke universitas lain pun semakin sulit dan tak pula kunjung membawa hasil berarti.
Belum lagi dari kantor-kantor yang saya datangi.
Sembilan memang bukan angka besar untuk penolakan.
Dan waktu menganggur enam bulan masih tergolong belum lama.
Namun cukup besar dan lama untuk saya melihat kembali rencana saya.
Untuk mengukur kembali kemampuan saya, sudah siapkah untuk memulai kehidupan 180 derajat berbeda?

Saya sedih.
Saya bingung.
Saya pun semakin lelah.
Akhirnya saya menghabiskan waktu di kamar, beristirahat atau lebih tepatnya bermalas-malasan.

Hingga seorang teman mengobrol datang dengan berbagai kalimat wise-nya.
Dan sampai detik ini saya sangat bersyukur mempunyai teman seperti dia.
Teman yang mampu membuat saya kembali menjadi manusia, walaupun belum total utuh.
Setidaknya dia menyadarkan saya kalau masih ada satu kesempatan jika saya mau bersungguh-sungguh.

Saya tidak boleh menyerah.
Saya tidak boleh patah semangat.
Saya hanya butuh rehat lalu kembali berlatih, memantapkan kemampuan
sebelum kembali lagi meneruskan perjuangan.

Tuhan memang Maha Baik, rencananya kini mendamparkan saya ke ibu kota negara Indonesia, Jakarta.
Mempertemukan saya dengan banyak orang hebat yang menjadi pelajaran berharga buat saya.
Meskipun hanya merangkak, tapi sedikit demi sedikit saya merasa jauh lebih baik.
Jauh lebih hidup.
Juga jadi merindukan Makassar yang saya tinggalkan.
Jatuh cinta lagi dengan rumah saya.

Saya akan pulang, pulang ke Makassar.
Suatu hari nanti.
Ke rumah di mana saya mampu memilih siapa saja anggota keluarga saya.
Ke rumah, di mana saya selalu bisa kembali.

P.S: Semoga saya tidak pulang sendirian :p

JDwianri. Jakarta, 1 November 2014.




Tidak ada komentar: